MEMUTUS MATA
RANTAI KORUPSI MELALUI PENDIDIKAN
Oleh: Dr.
Hariyanto, M.Pd
Hampir setiap hari di media televisi, media cetak, maupun media
sosial kita disuguhi berita tentang para koruptor yang ditangkap penegak hukum
seperti Polri dan KPK. Banyak Koruptor yang disidangkan di pengadilan Tipikor,
Beberapa kasus masih proses penyelidikan, penyidikan, meskipun beberapa kasus
juga seolah raib tak terdengar lagi beritanya. Deretan panjang korupsi di
Indonesia seolah tidak ada putusnya. Para pejabat yang terkena OTT maupun yang
sudah terdakwa kasus korupsi seolah tidak malu dengan apa yang telah dilakukan.
Ancaman penjara yang diberikan ternyata tidak mampu memutus mata rantai korupsi
yang membelit negeri ini. Kondisi ini tentu membuat Indonesia sulit untuk
bangkit dan menjadi negara maju yang bisa memberikan keadilan dan kesejahteraan
bagi masyarakatnya.
Transparency International baru merilis Indeks Persepsi Korupsi
(IPK) 2021. IPK (Indeks Persepsi Korupsi) Indonesia tercatat meningkat 1 poin
menjadi 38 dari skala 0-100 pada 2021. Nilai yang meningkat ini turut mengerek
posisi Indonesia lebih baik dalam urutan IPK global. Indonesia kini berada di
urutan 85 dari 180 negara dari sebelumnya peringkat 105. Memang ada perbaikan,
tetapii masih jauh dari negara tetangga seperti Singapore.
Pemberantasan sudah dilakukan, tetapi tetap tidak memberikan hasil
yang signifikan, masih banyak lagi yang melakukan korupsi. Maka perlu diimbangi
dengan usaha lain yang lebih massif, yang sifatnya menjadi benteng pencegahan
agar tidak timbul korupsi di masa depan. Upaya yang dapat dilakukan adalah
melaksanakan pencegahan korupsi. Pemberantasan tetap dilakukan, tetapi di sisi
lain pencegahan juga harus lebih digalakkan.
Pencegahan korupsi ini dapat dilakukan melalui pendidikan anti
korupsi sejak dini. Jenjang pendidikan PAUD/ Taman Kanak-Kanak perlu ditanamkan
nilai-nilai anti korupsi, yang pembelajarannya dilakukan secara terintegrasi
dengan materi pembelajaran yang ada. Jenjang Pendidikan Dasar lebih ditekankan
lagi penanaman nilai-nilai anti korupsi pada semua mata pelajaran. Guru
memiliki peran yang besar dalam menyampaikan dan mengimplementasikan di
sekolah. Menginjak pendidikan menengah, perlu diberikan mata pelajaran
tersendiri tentang pendidikan anti
korupsi, tidak lagi terintegrasi dengan mata pelajaran yang lain. Kebijakan ini
tentu perlu didasari oleh kurikulum yang ada. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan sudah saatnya memberikan mata pelajaran wajib pada siswa sekolah
menengah. Pada jenjang pendidikan tinggi, pemberian mata kuliah Pendidikan Anti
Korupsi memang sudah diberikan, tetapi pada praktiknya tidak semua program
studi di Perguruan Tinggi melaksanakannya. Karena itu Kemdikbudristek melalui
LLDIKTI di semua wilayah harus melakukan pembinaan dan pengawasan pada
perguruan tinggi yang belum melaksanakannya.
Bagi Mahasiswa perguruan tinggi, Tujuan pemberian mata kuliah
Membangun budaya anti korupsi di kalangan mahasiswa dengan:
(1)
Memberikan
pengetahuan tentang korupsi dan pemberantasannya
(2)
Menanamkan
nilai-nilai anti korupsi
(3)
Menyiapkan
mahasiswa sebagai agent of change bagi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang bersih dan bebas dari korupsi.
Upaya Dikti tersebut merupakan salah satu upaya dalam pembentukan
karakter bangsa. Selain beberapa upaya yang telah dilakukan seperti Deklarasi
mengawal emat pilar kebangsaan, Deklarasi anti menyontek,dan anti plagiat,
serta pendidikan karakter bangsa.
Dosen bersama mahasiswa harus secara aktif dalam upaya pencegahan
korupsi. Upaya yang dapat dilakukan oleh dosen antara lain dengan memberikan
penugasan kepada mahasiswa untuk menyebarkan ide/gagasan tentang anti korupsi,
misalnya dengan membuat opini yang bisa dipublikasikan ke media cetak atau
diunggah di media elektronik, media sosial yang dimiliki mahasiswa, website
perguruan tinggi sebagai bentuk kampanye anti korupsi. Membuat audio visual
interaktif tentang anti korupsi, Membuat bunga rampai (buku) tentang anti
korupsi. Mahasiswa juga harus lebih berani mengangkat isu korupsi lokal bahkan
nasional dalam rangka menjadi kekuatan penyeimbang bagi gerakan yang mendukung
koruptor.
Banyak sekali
hambatan dalam pemberantasan korupsi. Terlebih bila korupsi sudah secara
sistemik mengakar dalam segala aspek kehidupan masyarakat di sebuah negara.
Beragam cara dicoba, namun praktek korupsi tetap subur dan berkembang baik dari
segi kuantitas maupun kualitasnya. Kegagalan pemberantasan korupsi di masa lalu
tidak boleh menyurutkan keinginan semua pihak untuk memberantas korupsi. Perlu
dipahami bahwa tidak ada satu konsep tunggal yang dapat menjawab bagaimana
korupsi harus dicegah dan diberantas. Semua cara, strategi dan upaya harus
dilakukan dalam rangka memberantas korupsi. Semoga Indonesia bisa mewujudkan
masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.