MENGAWAL
KARAKTER PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN DARING
Oleh: Dr. Hariyanto, M.Pd*
Berbagai kebijakan dikeluarkan terkait bidang pendidikan. Misalya Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 3 tahun 2020 tentang pencegahan Covid 19 di satuan pendidikan, Surat Edaran Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan nomor 4 tahun 2020 tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran covid 19, dan Surat Edaran No 1 tahun 2021 tentang peniadaan ujian nasional dan ujian kesetaraan serta pelaksanaan uji sekolah dalam masa darurat penyebaran covid 19. Kebijakan terbaru tercantum dalam Surat Keputusan Bersama antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan yang ditandatangani pada tanggal 31 Maret 2021 tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi Covid 19. Terdapat beberapa ketentuan penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas. Tentu saja tujuan dari kebijakan-kebijakan tersebut adalah agar pendidikan tidak kehilangan jati dirinya dan tetap bisa meraih tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II pasal 3 yaitu “…bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Pada
kesempatan lainnya, penulis sempat berbicara dengan beberapa orang tua yang
anaknya masih duduk di Taman Kanak-Kanak (TK). Mereka bercerita ketika
anak-anaknya mengikuti pembelajaran daring dengan menggunakan zoom atau google
meeting. Seringkali mereka mematikan videonya, hanya mendengarkan suara
gurunya sambil beraktivitas lainnya, bahkan ada juga yang tiduran sampai
tertidur, sehingga membiarkan gurunya berbicara sendiri. Masih banyak lagi
cerita unik pembelajaran pada anak usia TK.
Kejadian
yang penulis paparkan di atas adalah satu dari sekian banyak kejadian serupa
yang bisa jadi sudah terjadi di pendidikan di Indonesia sekarang ini. Baik di
jenjang pendidikan dasar maupun jenjang pendidikan menengah. Esensinya adalah
apa yang ditulis di live chat tersebut adalah sebuah pesan moral bahwa
peserta didik kita sudah mengalami dekadensi sikap dalam pembelajaran. Mereka
pasti tahu bahwa dalam forum tersebut pasti ada guru, orang tua, dan semua
orang yang melihat tayangan tersebut tetapi disadari atau tanpa disadari
beberapa komentar tersebut tetap ditulisnya. Begitu juga dengan sikap anak TK
yang sudah terlihat jelas menunjukkan kejenuhan dengan pembelajaran daring ini.
Pertanyaannya adalah apa yang seharusnya dilakukan? Siapa yang salah dalam hal
ini? Bukankah sudah tidak diragukan lagi jika adab harusnya dikedepankan
daripada ilmu? Disinilah kita perlu menekankan pentingnya pendidikan karakter
pada masa pandemi selama pembelajaran daring.
Pertama, Garda
terdepan dalam mengawal pendidikan anak selama pandemi ini adalah orang tua. khususnya bagi anak yang masih menempuh
pendidikan di jenjang pendidikan usia dini dan dasar. Gawai yang digunakan anak
seharusnya mendapatkan pengawasan secara ketat dari orang tua agar tidak
disalahgunakan untuk keperluan selain pembelajaran, seperti game online
atau bermedia sosial lainnya yang justru akan dapat menurunkan motivasi untuk
belajar. Pendampingan selama pembelajaran daring juga perlu dilakukan orang
tua. Hal yang kelihatannya sederhana tetapi terkadang sulit dilakukan khususnya
bagi orang tua yang bekerja. Meskipun demikian, hal ini harus tetap dilakukan
sebagai tanggung jawab orang tua terhadap masa depan anak-anaknya. Manajemen
waktu yang baik seharusnya dilakukan orang tua di rumah. Berbagi peran dengan
ayah, ibu, atau orang yang lebih dewasa di rumah untuk pengawasan dan
pendampingan pembelajaran daring di rumah.
Kedua,
Sekolah dan guru harus terus berinovasi dalam melaksanakan
pembelajaran. Harus diakui bahwa peserta didik sudah jenuh dengan pembelajaran
daring, tetapi inovasi dalam metode pembelajaran harus dilakukan. Guru tidak
boleh sekedar menggugurkan tugasnya dalam mengajar dengan memberikan tugas
saja, apalagi hasil tugas itu tidak diberikan feedback untuk anak
didiknya. Metode blended learning dapat dilakukan sebagai sebuah inovasi
dalam pembelajaran. Jika menggunakan platform zoom meeting, google meet,
sebaiknya dilakukan dengan jumlah yang terbatas sehingga memungkinkan bisa
berinteraksi dengan siswa atau terjadi dialog. Layanan individual juga dapat
dilakukan oleh sekolah sebagai upaya menjaga kualitas pembelajaran, karena
setiap anak tentu memiliki daya serap yang berbeda. Tentu saja untuk layanan
individual ini harus dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan jika dilakukan
secara tatap muka dan bisa juga secara daring. Yang tidak kalah pentingnya
adalah pembinaan sikap peserta didik. Merujuk pada contoh yang disajikan
penulis di atas, maka diperlukan pembinaan agar peserta didik bijak bersikap dalam
menulis di media sosial. Sekolah sudah saatnya memberikan pendidikan atau
sosialisasi UU No 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik
sebagaimana telah dirubah dalam UU No 19 tahun 2016 sehingga
nantinya dapat diantisipasi pelanggaran undang-undang tersebut yang dilakukan
oleh anak usia sekolah.
Ketiga,
Kerjasama dan komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua.
Bagaikan satu tubuh, maka orang tua dan sekolah harus saling bersinergi dalam
melaksanakan pendidikan. Banyak cara yang dapat dilakukan meskipun tidak bisa
bertatap muka. Teknologi bisa menjadi solusi agar komunikasi dua arah dapat
berjalan dengan baik. Antara guru dengan orang tua, antara orang tua satu
dengan yang lain, antara kepala sekolah dengan orang tua. Paguyuban orang tua
murid dan guru harus diaktifkan sehingga akan terwujud program-program kerja
bersama untuk menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan akibat pembelajaran
daring selama pandemi ini. Kata kuncinya adalah semua upaya dilakukan demi
perkembangan pembelajaran dan kepentingan peserta didik.
Ketiga,
guru harus selalu mengingat dan mengimplementasikan 18 karakter
dalam proses pembelajarannya, yaitu religius, jujur, toleransi, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab. Dari kedelapan
belas nilai karakter tersebut, pengembangannya sesuai
dengan analisis konteks dan kebutuhan di masing-masing satuan pendidikan. Bagi
guru dalam megembangkan materi pembelajaran harus juga menganalisis materi
pembelajaran
yang disesuaikan dengan masing-masing nilai karakter tersebut.
Keempat,
orang tua wajib menanamkan pendidikan karakter di keluarga karena
ini akan menjadi pilar bagi pembentukan karakter anak sebagai bekal hidup di
masyarakat kelak. Orang tua memberikan contoh teladan dalam pembiasaan kegiatan
untuk mematuhi anjuran pemerintah selama pandemi covid 19. Mematuhi protokol kesehatan dalam beraktivitas di
rumah dan lingkungan sekitarnya. Pembiasaan ini sangat penting, karena akan
terbawa dalam lingkungan sekolah yang tentunya akan melaksanakan protokol
kesehatan apabila kebijakan tatap muka terbatas dilaksanakan seusai PKKM
darurat, PKKM level 3 atau level 4. Kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun,
memakai masker, menjaga jarak dan perilaku hidup bersih dan sehat akan menjadi
modal dasar bagi anak untuk bisa beradaptasi dalam pembelajaran di masa pandemi
seperti sekarang.
Pendidikan adalah suatu yang esensial bagi pembangunan dan masa depan bangsa Indonesia. Sumber daya manusia yang unggul inilah nantinya yang diharapkan bisa membawa Negara Indonesia menjadi lebih baik lagi setelah diporak porandakan oleh pandemi global ini. Karena itu pendidikan harus tetap diutamakan, tetap bisa bangkit di tengah badai pandemi, dan untuk bisa bangkit diperlukan kerjasama dan peran serta masyarakat, pemerintah, guru, orang tua dan peserta didik. Semoga pandemi segera berakhir dan kita sambut masa depan pendidikan di era new normal.
TENTANG PENULIS
Dr. Hariyanto, M.Pd lahir di Lamongan pada tanggal 8 Mei 1974. Pengalamannya di dunia pendidikan dimulai sebagai guru di beberapa lembaga pendidikan dasar dan menengah. Alumni Program doktor Ilmu pendidikan UNS Surakarta ini juga megajar di perguruan tinggi.