Penerbit CV Pustaka El Queena

Menjadikan sebuah karya bermutu dan bermanfaat bagi masyarakat adalah sarana mencapai customer satisfaction.

Penerbit CV Pustaka EL Queena

Membangun literasi sejak dini adalah upaya menyambung peradaban di masa depan.

Penerbit CV Pustaka El Queena

Kirimkan naskah anda kepada kami dan bergabunglah dengan para penulis sukses lainnya.

Penerbit CV Pustaka El Queena

Perjalanan seribu mil jauhnya selalu diawali langkah pertama.

Penerbit CV Pustaka El Queena

Kami turut serta dalam membangun literasi Indonesia melalui karya-karya yang kami terbitkan.

Rabu, 17 Agustus 2022

Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia



 Penerbit CV Pustaka El Queena
Mengucapkan
Dirgahayu Republik Indonesia yang ke 77


Kini usiamu sudah beranjak 77 tahun
setelah 2 tahun sakit karena pandemi 
saatnya kamu pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat
Kemerdekaanmu bukan sekedar kata "MERDEKA'
Kemerdekaanmu bukan sekedar "WACANA"
Kemerdekaanmu harus dirasa
oleh seluruh rakyat Indonesia
Kemerdekaanmu adalah nafas sejahtera
bagi seluruh kaum jelata
Bersama kita berkarya nyata
untuk Indonesia damai, adil dan sejahtera.

Senin, 08 Agustus 2022

Artikel Pendidikan: Korelasi Otonomi Daerah dan Otonomi Pendidikan

 

KORELASI OTONOMI DAERAH DAN OTONOMI PENDIDIKAN

Oleh: Hariyanto

 

Latar Belakang

Reformasi yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan pergeseran penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Pergeseran ke desentralisasi membuat daerah memiliki otonomi penuh. Otonomi ini dimaksudkan untuk lebih memandirikan daerah dan memberdayakan potensi daerah masing-masing, serta masyarakat, sehingga lebih leluasa mengatur dan melaksanakan  pembangunan daerah atas prakarsa sendiri.

Pemberian otonomi yang luas dan bertanggung jawab dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi mengisyaratkan peran serta masyarakat dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Selain itu wujud otonomi berada pada titik sentral di tingkat wilayah yang paling dekat dengan rakyat, yaitu kabupaten dan kota.

Pendidikan merupakan salah satu komponen dalam pembangunan daerah. Berdasarkan UU otonomi pendidikan juga memiliki hak dan kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri.  Walaupun dalam arti menjadi bagian dari komponen-komponen pembangunan daerah. Sebenarnya komponen pendidikan merupakan komponen utama pembangunan daerah. Untuk  meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah, pendidikan harus menjadi ujung tombak pembangunan daerah.

Meskipun otonomi pendidikan sudah ada dalam peraturan dan regulasi otonomi daerah, tetapi dalam kelembagaan dan sikap akademik guru, kepala sekolah dan Dinas Pendidikan sebagai atasannya belum menunjukkan suatu sinkronisasi. Pemerintah Daerah belum menunjukkan penampilan dan cara kerja yang jelas, dan yang mereka lakukan bahwa otonomi pendidikan masih memerlukan waktu untuk sosialisasi bagi Dinas Pendidikan di tingkat daerah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat pada umumnya.


Prinsip Desentralisasi Pendidikan

Secara konseptual, terdapat dua jenis desentralisasi pendidikan, yaitu: pertamadesentralisasi kewenangan di sektor pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (propinsi dan distrik), dan kedua, desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah. Konsep desentralisasi pendidikan yang pertama terutama berkaitan dengan otonomi daerah dan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah, sedangkan konsep desentralisasi pendidikan yang memfokuskan pada pemberian kewenangan yang lebih besar pada tingkat sekolah dilakukan dengan motivasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Dalam perspektif pendidikan, otonomi daerah identik dengan desentralisasi pendidikan. Desentralisasi pendidikan merupakan upaya untuk mendelegasikan sebagian atau seluruh wewenang di bidang pendidikan yang seharusnya dilakukan oleh unit atau pejabat dibawahnya, atau dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, ataupun dari pemerintah kepada masyarakat. Tujuan desentralisasi pendidikan adalah untuk meningkatkan performansi di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang secara garis besar terkait dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan, seperti pemerataan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi pendidikan, dan efektivitas/efisiensi pengelolaan.

Pemikiran tersebut memberikan implikasi bahwa institusi/lembaga pendidikan mendapatkan kebebasan untuk merumuskan program-program pendidikannya secara kongkrit-operasional sesuai dengan kebutuhan daerah. Untuk itu, berhasil tidaknya pendidikan di daerah tergantung pada profesionalisme tenaga kependidikannya, di samping juga dukungan dana yang memadai. Di sinilah tenaga kependidikan dituntut untuk meningkatkan diri menjadi profesional agar dia mampu melahirkan pemikiran yang produktif, inovatif, dan dinamis sesuai dengan semangat otonomi daerah.

Bentuk profesionalisme lain bagi tenaga kependidikan adalah mampu menjaring berbagai potensi yang dimiliki masyarakat, baik potensi fisik maupun nonfisik. Upaya ini sekaligus bentuk penguatan dari konsep community based education (pendidikan berbasis masyarakat) yang melibatkan sepenuhnya masyarakat dalam pengembangan sekolah/madrasah. Keterlibatan masyarakat ini misalnya: penyusunan kurikulum, penyedia dana, penjaga dan penilai standar mutu sekolah/madrasah.

Berkaitan dengan profesionalisme ini, Djohar (1996) melakukan sintesis mengenai jalan yang terbaik untuk peningkatan dan perbaikan organisasi pendidikan secara terus menerus berdasarkan penelitian beberapa pakar pendidikan dan non kependidikan, seperti Drucker (1992), Fullan (1993), Hammond (1996) dan Covey (1996) sebagai berikut:

1. Hanyalah organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga yang memiliki keinginan besar untuk belajar yang akan berpengaruh secara abadi.

2. Setiap perusahaan termasuk usaha jasa pendidikan harus menjadi suatu institusi belajar. Karena organisasi atau lembaga yang menciptakan suasana belajar secara kontinyu dalam pekerjaannya akan mendominasi abad 21.

3. Perusahaan yang paling sukses di masa depan akan menjadi suatu organisasi belajar.

4. Problem baru dari perubahan ialah tindakan apa yang perlu diambil untuk membuat sistem pendidikan sebagai organisasi belajar, bukan hanya untuk menanggapi kebijakan tetapi juga sebagai cara hidup.

5. Jika lembaga pendidikan ingin mempertinggi kapasitas organisasinya untuk meningkatkan belajar peserta didik, mereka hendaknya bekerja atas bangunan suatu masyarakat yang profesional, yang bercirikan: adanya kesamaan visi dan misi, keinginan kolaboratif, dan tanggungjawab kolektif di antara staf.

6.    Bagaimanapun pembaharuan lembaga pendidikan harus diarahkan pada upaya terwujudnya masyarakat belajar yang profesional. (Djohar, 1999:63).

Korelasi Otonomi Daerah dan Otonomi Pendidikan

Dalam perspektif pendidikan, otonomi daerah identik dengan desentralisasi pendidikan. Desentralisasi pendidikan merupakan upaya untuk mendelegasikan sebagian atau seluruh wewenang di bidang pendidikan yang seharusnya dilakukan oleh unit atau pejabat dibawahnya, atau dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, ataupun dari pemerintah kepada masyarakat. Tujuan desentralisasi pendidikan adalah untuk meningkatkan performansi di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang secara garis besar terkait dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan, seperti pemerataan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi pendidikan, dan efektivitas/efisiensi pengelolaan.

Pemikiran tersebut memberikan implikasi bahwa institusi/lembaga pendidikan mendapatkan kebebasan untuk merumuskan program-program pendidikannya secara kongkrit-operasional sesuai dengan kebutuhan daerah. Untuk itu, berhasil tidaknya pendidikan di daerah tergantung pada profesionalisme tenaga kependidikannya, di samping juga dukungan dana yang
memadai. Di sinilah tenaga kependidikan dituntut untuk meningkatkan diri menjadi profesional agar dia mampu melahirkan pemikiran yang produktif, inovatif, dan dinamis sesuai dengan semangat otonomi daerah.

Dari pernyataan diatas secara implisit tersirat sebuah manfaat di bidang pendidikan, yaitu: Sekolah  memiliki keleluasaan yang lebih untuk mengelola pendidikannya. Tentu saja keleluasaan yang masih dipagari peraturan perundangan yang berlaku. Sekolah bisa mendapatkan dana bantuan operasional dan menggunakannya secara langsung sesuai juknis yang ada. Jika SDM di sekolah adalah SDM yang sudah unggul (guru, kepsek, staffnya), memiliki inovasi, kompetensi dan kejujuran dalam mengelola pendidikan dengan dukungan masyarakat dan pemerintah daerah, maka bisa dipastikan kualitas pendidikan di sekolah akan cepat meningkat. Tetapi begitu juga sebaliknya.

Dampak negative dari bantuan operasional sekolah, BPOPP, dan kewenangan untuk mendapatkan dana dari masyarakat untuk keperluan pendidikan adalah bisa diselewengkan, disalahgunakan oleh oknum sekolah, jika pengawasannya lemah. Jika komite sekolah tidak melakukan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana diatur oleh peraturan yang ada.

Dengan demikian, kesiapan sekolah dalam hal ini kepala sekolah dan jajarannya juga memiliki peran penting. Pada sekolah negeri yang melakukan seleksi pengangkatan kepala sekolah oleh pemerintah, mungkin bisa dipilih kepala sekolah yang benar-benar kompeten dan berpengalaman, tetapi bagaimana dengan sekolah swasta yang pengangkatan dan penunjukannya terkadang sesuai dengan kehendak penyelenggara pendidikan/ yayasan? Tanpa mempertimbangkan kualifikasi dan kompetensi yang dimilikinya.